Sabtu, 10 April 2010

Produksi Rokok Turun 2 persen

JAKARTA--MI: Produksi rokok pada tahun ini diproyeksikan turun dua persen dari 245 miliar batang (produksi 2009) meskipun target cukai rokok naik menjadi Rp58,3 triliun dari pencapaian tahun lalu sebesar Rp56,7 triliun.

"Produksi rokok 2010 diperkirakan 240 miliar batang," kata Direktur Jenderal Industri Agro dan Kimia (IAK) pada Kementerian Perindustrian, Benny Wahyudi, ketika berdiskusi dengan forum wartawan industri mengenai konsistensi kebijakan industri hasil tembakau, di Jakarta, Jumat (9/4).

Ia mengatakan bahwa penurunan tersebut merupakan persiapan menjelang pembatasan produksi rokok dalam jangka panjang sebesar 260 miliar batang pada tahun 2015 sampai 2025.

Benny menjelaskan dalam peta panduan ("roadmap") pengembangan industri hasil tembakau (IHT) Kementerian Perindustrian, industri rokok merupakan salah satu industri prioritas dan memiliki peranan penting dalam menggerakkan ekonomi nasional, terutama di daerah penghasil tembakau, cengkih, dan sentra produksi rokok.

Industri tersebut, kata dia, juga mampu menumbuhkan industri dan jasa terkait lainnya yang menyerap tenaga kerja sebesar 6,1 juta, baik secara langsung maupun tidak langsung.

Selain itu, industri hasil tembakau juga menghasilkan devisa yang dalam tiga tahun naik rata-rata 18,7% dari US$433,7 juta pada tahun 2007 menjadi US$595,5 juta pada tahun 2009.

Kendati demikian, diakui Benny, dalam jangka panjang--seiring dengan kenyataan masyarakat semakin sadar akan kesehatan dan kebijakan pemerintah yang memprioritaskan pada aspek kesehatan mulai 2015--industri rokok harus mulai melakukan persiapan mengantispasi kondisi tersebut.

"Kalau melihat ke depan, masyarakat semakin sadar terhadap kesehatan mereka, ini adalah kenyataan. Saya ingin mengajak semua pihak terkait dalam industri hasil tembakau untuk melakukan persiapan, dibandingkan diam saja seperti kodok masuk ke dalam air rebusan, yang lama-kelamaan matang dan mati," ujarnya.

Oleh karena itu, dia meminta dana bagi hasil cukai tembakau sebesar dua persen dari penerimaan cukai dimanfaatkan secara optimal untuk mempersiapkan petani tembakau dan pekerja industri rokok agar tidak menganggur.

"Mari kita gunakan dana itu untuk menghadapi kondisi terburuk. Saya sedang rumuskan dalam rangka sekoci-sekocinya. Karena itu, kita benahi dulu penciptaan lapangan kerjanya, dan pemberantasan rokok ilegal," ujar Benny.

Sementara itu, Direktur Cukai Ditjen Bea Cukai pada Kementerian Keuangan, Bachtiar, menginformasikan mulai 2010 sampai 2015 kebijakan pemerintah dalam hal industri hasil tembakau memprioritaskan aspek penerimaan negara, kesehatan, dan tenaga kerja.

"Jadi, tugas saya untuk memastikan tercapainya target penerimaan cukai karena pajak, termasuk di dalamnya cukai, merupakan sumber penerimaan negara utama. Sekitar 60 persen penerimaan negara dari pajak," ujarnya.

Ia mengatakan bahwa target penerimaan cukai pada tahun 2010 mengalami perubahan dari Rp57,289 triliun menjadi Rp58,289 triliun pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P).

Lebih jauh ia menjelaskan pada tahun 2007 sampai 2010 kebijakan pemerintah tentang industri hasil tembakau memprioritaskan aspek tenaga kerja, penerimaan negara, dan kesehatan. Prioritas itu berubah pada tahun 2010-2015 menjadi aspek penerimaan negara, kesehatan, dan tenaga kerja.

"Pada jangka panjang 2015-2020 prioritasnya menjadi aspek kesehatan, tenaga kerja, dan penerimaan negara," katanya menegaskan. (Ant/OL-7)

Ulasan :
Dengan keadaan seperti ini banyak pihak-pihak yang merasakan kerugian dan ada pihak yang merasakan keuntungan. Keadaan yang menyebabkan produksi rokok turun 2 persen yaitu karena masyarakat sudah mempedulikan kesehatannya, itu penyebab kenyataanya. Namun, dari pihak produksi mengatakan bahwa penyebabnya untuk melakukan pembatasan produksi rokok.

Pihak yang merasakan kerugian adalah yang pertama adalah pihak yang memproduksi rokok tersebut, karena dia mengalami kerugian yang sangat besar akibat masyrakat sudak berkurang merokok, pendapatan semakin berkurang. kemudian para karyawannya, satu persatu karyawan akan dipecat, karena sepinya konsumen untuk merokok lagi, sehinnga perusahaan mengurangi atau memevat karyawannya karena sudah tidak seperti dulu lagi memproduksi rokoknya.

Pihak yang merasakan keuntungan adalah konsumen yang tadinya merokok, sekarang tidak merokok lagi karena ia sudah sadar akan kesehatan tubuhnya. Dan pengeluaran mereka untuk membeli rokok bisa ditabung.

Solusi yang tepat untuk mengatasi tersebut adalah sebaiknya perusahaan yang memproduksi rokok menggaanti jenis usahanya, agar tidak mengalami kerugian terus-menerus dengan bantuan pemerintah. Sehingga masyarakat kita sudah berkurang penyakit kanker dari merokok tersebut dan polusi juga ikut berkurang dari berkurangnya asap rokok tesrbut.

0 komentar:

Posting Komentar